Sebuah Cerita Sahabat – Rinjani, Kupasti Kembali! (3-Tamat)
Posted: 18 Dec 2012 09:08 PM PST
Petualangan yang tak terlupakan ya Febee! Ingredients of Life
Tuhan memang art director paling canggih sejagad raya. Dan salah satu maha karya-Nya yang paling cantik ada di danau Segaranak……
Salah satu pesona unggulan Taman Nasional Gunung Rinjani adalah Danau Segaranak dan keindahan alam Segaranak ini sudah dapat dinikmati sejak perjalanan turun dari pelawangan Sembalun.
Walaupun pada awal perjalanan kita akan menemukan jalur yang sulit dilalui karena hampir separuh perjalanan berupa bebatuan kerikil dan jalan terjal menurun. Jika kita tidak berhati-hati maka akan terpeleset dan langsung disambut oleh jurang yang me-nganga di sisi jalan. Memang track nya hampir menyerupai tangga- tangga tapi masih sangat lah jauh dari kata nyaman, tidak jarang kita berhadapan dengan medan curam yang mengharuskan kita merayap seperti atilit rock climbing, Beberapa kali saya mendapat peringatan untuk tidak mengambil foto, tetap berkonsentrasi dengan jalan karena ada banyak kasus pendaki nakal yang terpeleset, karena asyik mengambil foto.
Tidak heran memang jika banyak pendaki yang tergiur untuk mengambil foto, perjalanan ini menawarkan banyak suguhan memukau. Pemandangan jalur tujuh bukit penyesalan yang kemarin kami lalui meliuk-liuk indah, pada dinding-dinding tebing yang curam, kuncup-kuncup bunga edelwais bergelayut dengan cantik nya. Aroma semerbak bunga edelwais mengiring langkah kami menyusuri jalan terjal menurun, wangi nya mengalahkan parfum luar negeri sekalipun.
Sudah mendekati danau, jalur sudah tidak terjal seperti pada awal perjalanan, bahkan saya bisa berlari menuruni perbukitan, sayangnya saat itu cuaca berkabut saya jadi tidak bisa melihat gagahnya puncak gunung Tambora yang katanya bisa terllihat dari sini .
Dan disini saya baru menyadari gunung rinjani menyimpan banyak spesies bunga, selain bunga edelwais saya meilihat bunga beraneka warna teronggok diatas bukit dan tebing, bahkan di bawah jembatan penghubung pun ditumbuhi hamparan bunga beranega warna. Dan saya juga mendengar suara nyanyian burung yang bersahutan. Rasanya semua pesona ini tidak sanggup di jabarkan dengan kata-katan indah sekalipun terucap dari seorang pujangga. Alam begitu indah nya.
Dan danau Segaranak itupu kian mendekat….
ROAD TO EMPTINESS
Menurut Wikipedia, Segara Anak merupakan sebuah danau yang terletak di kaldera gunung Rinjani. Segara (laut) anak berarti anak laut yang di yakini sebagai bagian dari laut yang terpecah ke dalam sebuah pulau. Hal ini di dasari atas warna air yang biru seperti laut. Danau Segara Anak terbentang seluas 1.100 ha berbatas dinding pegunungan terjal. Gunung Barujari yang tumbuh belakangan akibat aktivitas vulkanik dengan medan berpasir dan sesekali mengepulkan asap magma menjadi pelengkap eksotisme pemandangan.
Saya pernah membaca sebuah artikel yang berjudul "the Art of doing nothing", kalimat tersebut mengaplikasikan arti dasar dari kata Vacation, yakni tidak melakukan apa-apa. Demikian lah yang saya rasakan saat berada di danau Segaranak ini. Pemandangan indah membuat saya terbius, hanya ingin berdiam menikmati sepuasnya apa yang disuguhkan alam. Damai dan nyaman.
Satu-satu nya kegiatan yang banyak mendapat perhatian di danau ini adalah memancing, ada banyak penduduk sekitar gunung rinjani bahkan yang jauh sekalipun mengkhususkan diri untuk datang memancing di danau ini. Ikan yang bisa di temui di danau ini adalah jenis ikan mas atau ikan mujair. Jadi kalau anda hobi memancing jangan lupa menyiapkan alat pancing jika datang ke danau ini. Contoh nya adalah teman kami Tole yang membawa seperangkat alat pancing nya dan menghabiskan waktu nya hanya untuk memancing.
Cukup banyak ikan yang bisa didapat oleh Tole dan ikan-ikan tersebut yang menjadi santapan kami selama dua hari di danau. Isitimewa nya lagi, Tole memasak sendiri ikan-ikan hasil tangkapan nya itu buat kami, entah apa bumbu yang dipakai rasa masakan nya sungguh lah nikmat.
Jika anda tidak tertarik dengan memancing boleh lah mencoba untuk menyusuri pinggiran danau. Jika beruntung anda bisa menyaksikan sekelompok burung belibis berenang di tengah danau. Pada waktu itu saya beruntung bisa melihat pelangi dari gunung baru jari sampai di atas danau, Indah sekali. Di danau Segaranak ini juga terdapat gua yaitu gua yang banyak dikunjungi masyarakat pulau Lombok, karena dipercayai air hangat yang keluar dari dalam gua bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit. Jangan ditanya suasana malam di pinggir danau, jutaan bintang bertaburan di langit, sinar nya memantul di atas danau. Semakin malam kita bisa melihat banyak bintang jatuh, berjuta make a wish langsung terucap.
Danau segaranak melebur orang-orang dari berbagai latar belakang menjadi sebuah keluarga besar. Tepat di sebelah tenda kami berdiri tenda dua orang mahasiswa dari Jakarta yang sedang mengisi liburan mereka, dengan bangga nya mereka bercerita bagaimana perjuangan mereka dari Jakarta sampai akhirnya bisa menggapai puncak Rinjani, salut dengan semangat mereka. Tidak jauh dari tenda kami ada sekelompok anak muda yang datang ke danau Segaranak hanya untuk memuaskan hobi memancing mereka.
Berbekal beras dan bumbu seadanya mereka benar-benar mengandalkan ikan danau untuk makan sehari-hari.
Anak-anak muda ini sangatlah ramah, mereka menjamu kami di tenda mereka layaknya teman lama, yang istimewa nya lagi mereka menjamu kami dengan tembakau Kasturi, sebagai bentuk penghormatan menyambut tamu. Dari obrolan akhirnya saya tau kalau mereka berasal dari daerah Lombok Timur yang memang daerah penghasil tembakau di Propinsi Nusa Tenggara barat ini. Menurut teman-teman yang mencoba rasanya patut dipujikan. Mereka memberi tahu bahwa ada tembakau kelas premium yang lebih enak lagi, nama nya tembakau Sena. Tembakau ini hanya bisa ditemui di kota Masbagik Lombok Timur. Atas kemurahan hati mereka kami diberi tahu satu-satu nya toko yang menjual tembakau ini, dan pada akhir nya kami juga mengejar tembakau sena ke toko itu, sebagai oleh-oleh buat teman-teman di Jakarta.
Seperti cerita saya sebelumnya, dimana kami banyak menemui pendaki-pendaki rinjani yang usianya sudah berumur dan setiap kami bertanya kepada mereka, semua selalu menjawab gua susu untuk berobat. Rasa penasaran kami akan gua susu itulah yang membuat kami juga ingin mencari keberadaan nya.
Gua susu ini tidak jauh dari danau segaranak, namun jalan yang ditempuh pun cukup terjal dengan mendaki dan menuruni kurang lebih 2 bukit, sampai lah kita pada gua sumber air panas yang menjadi tujuan para pencari obat itu. Didalam gua tersebut terdapat uap sumber air panas, sehingga rasanya kalau masuk kedalam nya seperti kita masuk kedalam steam di spa.
Selain itu pula air yang mengalir dari gua tersebut membetuk kolam-kolam kecil air panas yang siap juga memanjakan kaki kita untuk sekedar menghilangkan penat. Sungguh sangat nikmat yang saya rasakan setelah berjalan 3 hari, kaki ini rasanya seperti merasakan pijatan terapis di spa, priceless.
PESTA PORA
Sebagai tukang makan yang suka masak, saya dan Ichil pasti melakukan kedua hobi kami tersebut di disetiap pendakian gunung yang kami lakukan, termasuk di trip Rinjani ini. Dari jauh-jauh hari kami sudah membayangkan bagaimana seru nya sore-sore memasak di pinggir danau dengan latar belakang birunya air Segara Anaka dan panorama Gunung Baru Jari, dan itu terwujud persis seperti apa yang kami bayangkan.
Semua perkakas masak siap di gelar di depan tenda tidak lupa Trangia andalan kami lengkap dengan segala perlengkapan bumbu. Walau dengan peralatan yang seadanya kami bisa menghasilkan masakan yang lezat. Berikut menu masakan yang akan kami olah selama "pertapaan" kami di danau Segaranak : Puding coklat, bitterballen, bakwan sayur dan ikan bakar padang. Kami ber perinsip naik gunung bukan berarti harus makan Mie instan terus kan ?
Untuk pendakian rinjani ini karena urusan masak sudah menjadi tanggung jawab porter, maka kami hanya memasak makanan kecil saja sebagai teman minum teh dan kopi di sore hari. Sebuah pengalaman mewah, sore hari bisa bersantai dipinggir danau segaranak menikmati bitterballen hangat sambil nge teh dan ngopi lengkap dengan frechpress tentunya.
Khusus untuk ikan bakar padang, saya sengaja meminta ibu saya membuatkan bumbu ikan bakar padang andalan beliau, saya tau ikan di danau segaranak besar-besar dan pasti cocok sekali jika dimasak ikan bakar Padang.
Danau Segaranak mengajarkan saya bahwa saya bisa memanfaatkan dingin nya air danau untuk kulkas alami. Contoh nya pada saat membuat pudding coklat, proses pendinginan pudingnya, panci trangia yang berisi adonan pudding saya masukan setengah badannya kedalam air danau yang suhunya cukup dingin, lalu bagian atasnya saya tutup dengan wajan teflon yang diberi pemberat batu, luar biasa.. malam hari nya kami bisa dessert dengan pudding coklat, terima kasih lagi kepada alam yang sangat bermurah hati memanjakan lidah dan rasa kami, walau berada di ketinggian 2000
Dan berikut rentetan menu makanan kami selama trips Rinjani: pelecing kangkung, telur dadar, sop sayur, capcay, nasi goreng, kornet goreng, ikan goreng mujair hasil tangkapan di danau, ikan bakar padang, rending daging, orek tempe, sambal roa dan menu istimewa kami adalah ayam taliwang yang kami nikmati di malam terakhir kami di danau, Pesta Pora….
PULANG
Sebelum saya memulai perjalanan ke gunung rinjani ini banyak sahabat saya yang memperingatkan untuk membawa logistic lebih, karena apabila sudah sampai danau rasanya akan malas pulang dan memang ini yang sayai rasakan. Sangatlah berat sekali kami harus meninggalkan keindahan alam dan kedamaian di danau segaranak ini, but show must go on.
Untuk pulangnya, kami menargetkan perjalanan 1 hari penuh tanpa ada menginap, sehingga kami memperhitungkan dengan memulai perjalanan di pagi hari. Tepat pukul 7 pagi kami semua sudah siap menyandang ransel masing-masing dan siap memulai perjalan pulang.
Gunung Rinjani kembali menunjukan keunikannya, biasanya apabila kita turun gunung, maka track yang akan kita hadapi adalah track yang terus menurun hingga akhir gunung, namun rinjani hal ini tidak berlaku, track pulang pun harus dilalui dengan proses mendaki ke pelawangan senaru. Track pendakian nya cukup menguras tenaga, diawali dengan melewati sungai kecil yang kebetulan sedang musim kemarau sehingga air hanya sampai ke mata kaki, menurut Bang Osh pada musim hujan bisa sampai sepinggang, selanjutnya kembali kami disambut dengan tanjakan-tanjakan dan jalan yang berpasir, kami sedikit diuntungkan dengan turun hujan semalam, pasir-pasirnya sedikit mengeras sehingga tidak terlalu berdebu. Rock climbing kembali lagi terjadi, bongkahan batu-batu besar siap menghadang kami, realing yang disiapkan pada pinggiran batu sudah banyak yang rusak sehingga kami perlu extra hati-hati untuk mencari pegangan ketika melewati dan merayap diantara bebatuan itu, sangant menantang dan membangkitkan adrenalin kami.
Keindahan alam akan danau Segaranak pun rasanya tak rela dilepas begitu saja, diantara bebatuan dan pasir, mata kamipun tetap disuguhkan keindahannya dari sisi yang berbeda, kali ini melalui pelawangan Senaru, rasanya tak kan rela melepas ini.
Di pelawangan Senaru ini kami sempat berhenti sejenak untuk mengatur nafas setelah melewati track panjang dan menanjak, dan selanjutnya kami akan disuguhkan track menurun dan memasuki hutan, Jalan yang kami lalui untuk track turun tidak terlalu curam, beberapa bukit terbuka yang bisa kami lalui dengan berlari kecil.
Ketika memasuki kawasan hutan, nyanyian merdu dari burung-burung menjadi ucapan selamat datang untuk kami. Di dalam hutan lindung ini kita akan melihat deretan pohon tertata rapi, jika beruntung kami melihat pertunjukan "sirkus" kera-kera hutan. Rasanya betah berlama-lama di dalam hutan ini. Kesempatan kali ini saya beruntung bisa melihat lutung ( kera hitam ber ekor panjang) sedang bergelayutan liar diantara pepohonan, sungguh indah rasanya, seperti memandang tayangan National Geographic secara live.
Tepat pukul 4 sore, kami sudah menginjakan kaki di gerbang taman nasional rinjani, yang menandakan tracking kami sudah selesai, dan tepat di gerbang itu sebuah warung kecil sudah siap menggapai-gapai saya untuk bisa mencicipi hangatnya pisang goreng dan secangkir teh manis untuk memulihkan energy .
Rasanya saya tidak akan pernah puas akan gunung rinjani ini, dalam proses menulis catatan perjalan ini pun kerinduan yang membuncah akan keindahan alam nya dan ketenangan danau terus menggelayut, saya akan kembali ke gunung rinjani suatu saat nanti, janji saya.
Tweet
Sebuah Cerita Sahabat – Pagi di Rinjani (2)
Posted: 18 Dec 2012 08:06 PM PST
Keren Febee! Ingredients of Life
"Jika kamu ingin hebat, berpetualanglah! Karena dunia milik orang-orang pemberani (pepatah lama)
17 Juni 2012:
Pagi hari saya dibangunkan oleh suara kokok ayam yang melengking tinggi. Rupanya demi kenyamanan si ayam, pak porter memberi kebebasan sejenak kepada ayam untuk berjalan-jalan berbatas seutas tali.
Saya bangun dengan rasa penasaran yang membuncah di hati, penasaran dengan petualangan yang sudah menunggu. Dari balik lembah saya menatap puncak rinjani, seolah meminta saya untuk bergegas.
Setelah sarapan pagi dan menyelesaikan segala persiapan pendakian, kami memulai petualangan hari ini. Target kami adalah nge camp di pelawangan sembalun. Waktu menunjukan pukul sembilan pagi, tapi matahari sudah sangat terik. Dari awal perjalanan dari pos 3 ini kami sudah berhadapan dengan track yang "dasyat", ditambah dengan sengatan matahari yang menggelayut dibelakang, saya jadi berpikir, "apakah saya sanggup?"
Memang gunung Rinjani ini adalah gunung yang sudah sangat populer baik di dalam maupun di luar negeri, bisa mencapai ribuan pendaki sepanjang musim pendakian. Sehingga untuk jalur pendakian nya sudah sangat tampak jelas, kita tidak harus membabat hutan untuk membuka jalur. Tapi jangan salah, panjangnya medan dan track yang tidak bisa disebut landai benar-benar menguji fisik maupun mental.
Dahulu terdapat dua jalur pendakian untuk menuju pelawangan sembalun. Jalur pertama medan yang di tempuh sedikit landai tapi sangat lah panjang, jalur ini disebut jalur penyiksaan. Jalur yang kedua medan nya tidak panjang tapi track nya menanjak dan ini disebut jalur penyesalan. Namun sejak beberapa tahun yang lalu, karena jembatan penghubung di jalur penyesalan roboh, maka jalur tersebut sudah ditutup untuk pendakian. Dari sebutan kedua track itu sudah sangat jelas bukan apa yang akan kami lalui hari ini??
Mendaki Rinjani sangat menguras stamina. Beberapa kali kami harus menghentikan langkah untuk menarik nafas dalam-dalam sebagai bekal beberapa langkah ke depan. Sebagai gambaran, untuk tiba di pelawangan Sembalun ternyata kami harus menaklukan tujuh buah bukit terlebih dahulu. Tapi yang membedakan gunung rinjani dengan gunung-gunung lain nya adalah bukit-bukit tersebut tidak terlihat sampai kita bisa menaklukan satu bukit sebelumnya, jadi diatas bukit ada bukit lagi dan itu berlapis tujuh. Mendaki bukit setapak demi setapak seperti bukit ini tidak berujung.
Jumlah tujuh buah bukit ini baru saya ketahui ketika saya menulis cerber ini. Terbayangkan bagaimana kekuatan mental saya benar-benar diuji saat ini, karena saya berpikiran setelah saya berhasil menaklukan satu buah bukit saya akan menemukan track menurun atau malah sudah tiba ditujuan ? Semua salah besar, jangankan jalan menurun, tapi satu buah bukit lagi sudah menunggu untuk ditaklukkan.
Sepanjang perjalanan ini kami beriringan dengan banyak rombongan pendaki lain dari berbagai daerah dan negara. Susul menyusul terjadi layaknya sebuah kompetisi, ini juga yang menjadi penyemangat saya untuk jangan menyerah. Contohnya sebuah rombongan mahasiswa ITB yang sejak awal selalu beriringan dengan kami. Rasanya bangga jika bisa menyalip mereka, mengingat faktor usia, seharusnya mereka bisa lebih kuat dan lebih cepat dong dari saya? Tapi lucunya jika mereka bisa menyusul, sebagai penghibur hati saya cuman bilang "akh mereka kan masih muda, memang seharusnya lebih cepet "….
Ada satu hal yang akan saya ingat selalu, yaitu jangan percaya dengan porter atau guide jika berbicara mengenai jarak di gunung, karena sejauh apa pun jarak yang masih harus ditempuh, mereka akan menjawab "sebentar lagi sampai" atau "itu dibalik pohon itu sampai" padahal yang dimaksud sebentar lagi itu masih lah jauh. Satu dua bukit pertama saya masih mempercayai nya, tapi setelah itu saya sudah tidak percaya lagi, sampai-sampai saya membuat rumus jarak sendiri yaitu 2 kali tambah 1 jam, waktu Porter. Jadi kalau porter bilang satu jam lagi sampai, artinya satu jam di kali dua plus satu. Mungkin dalam hati mereka mengibaratkan kami adalah tokoh Donkey dalam film shrek yang berisik, selalu bertanya "Are we there yet? Are we there yet ?" Aliass aduuhh berisik deeh nanya-nanya terus …
Selain pendaki muda-muda yang kami temui, ternyata di gunung rinjani ini pun kami menemukan beberapa pendaki yang sudah cukup sepuh, yang membuat kami terkagum-kagum. Keberadaan pendaki senior ini dalam rangka berobat ke sumber air panas gua susu di segara anak.
Biarlah alam tercipta dengan liar nya, kami tetap menikmati semua yang disuguhkan oleh – NYA. Seringkali sebagai penghibur hati saya berhenti sejenak untuk menikmati pemandangan sekitar yang penuh pesona. Jika bertemu dengan pohon rindang kami akan beristirahat, memulihkan tenaga berbekal makanan kecil yang kami bawa. Kami sangat menikmati proses pendakian ini, meminjam pepatah lama :tak kan lari gunung dikejar.
Akhirnya setelah lima jam perjalanan, di puncak keletihan yang dirasa, tiba-tiba kami disuguhkan dengan pemandangan Danau segaranak di depan mata, danau itu tampak sangat anggun dibawah sana, seperti sedang menunggu kami. Rasa letih langsung hilang, terbayar sudah dengan pemandangan indah ini. Ucapan syukur langsung terucap dari mulut kami masing-masing. Kami langsung mengabadikan moment di pelawangan sembalun ini dengan mengambil foto sepuasnya.
Puas foto-foto kami melanjutkan perjalanan, ternyata perjuangan kami hari ini belum berakhir disini, untuk menuju camping ground kami masih harus melintasi satu bukit lagi. Kurang lebih 15 menit kemudian baru kami bisa menemukan camping ground itu. Rasanya bahagia melihat tenda kami sudah berdiri rapih. Porter kami memilih posisi ngecamp tepat di atas lembah dengan pemandangan danau segaranak. Satu area dengan kami terdapat rombongan turis asing yang mendirikan tujuh buah tenda. Pelawangan sembalun adalah pintu gerbang memasuki pesona indah puncak Rinjani, bagi pendaki yang berniat muncak biasanya akan nge-camp di pelawangan Sembalun ini, baru pada tengah malam mulai jalan menuju puncak.
Gunung Rinjani memang selalu meyuguhkan hal yang sangat unik, di pelawangan sembalun ini kami dikejutkan dengan pedagang yang menjual coca-cola, bir bintang dan rokok Marlboro, seperti mimpi yang menjadi kenyataan, penat, haus dan letih yang kami rasakan terasa kembali segar setelah di ganjar coca-cola dingin yang masuk dengan pasti ke kerongkongan kami, luar biasa segarnya.
Kekaguman akan pedangan ini akhirnya membawa kami kesebuah perbincangan, bagaimana mereka membawa 4 box botol bir bintang ukuran besar dan 10 box kaleng coca-cola. Dengan cara di tandu mereka membawa barang dagangan nya, untuk menjawab pertanyaan saya, "wah beratnya kayak apa ya?" serta merta segera menunjukan pundaknya yang masih lecet dan lebam akibat gesekan bambu dengan pundaknya yang terbebani, bisa dibayangkan bukan beratnya.
Mereka akan tetap tinggal di pelawangan sembalun hingga dagangan mereka habis yang kurang lebih 2 minggu, dan selanjutnya mereka turun bergantian dengan rekan nya yang menggantikan berdagang diatas pelawangan sembalun. Dalam kurun waktu 4 tahun mas didin sudah menjalankan bisnis ini, bukan waktu yang pendek, sangat luar biasa dan memang mengejutkan.
Aroma makan siang baru saja selesai dimasak oleh porter menyeruak, dengan penuh suka cita kami langsung menyantap menu yang dihidangkan. Setelah makan, acara selanjunya adalah Tidur Siang… Yuuppp pendakian rinjani ini adala pendakian yang paling membahagiakan, karena menjelang sore kami sudah bisa sampai di camping ground, tidak seperti pendakian-pendakian lain nya yang biasanya menjelang malam baru bisa nge camp. Oleh karena itu tidur siang pun bisa masuk dalam kegiatan mengisi waktu. Badan letih dan hembusan angin dari luar membuat saya cepat tertidur, tetapi sebelum terlelap saya masih sempat mengagumi langit biru dan cantiknya danau Segaranak dari balik Tenda.
Udara dingin dan hembusan angin yang mulai kencang membangunkan saya dari tidur, tidak terasa saya sudah tertidur selama satu jam. Saya mendengar teman-teman diluar sedang ngobrol seru, segera saya ikut bergabung, tetapi terlebih dahulu saya mengenakan jacket dan kupluk, senjata untuk dingin yang makin terasa.
Sore hari di pelawangan sembalun sangatlah indah, birunya danau tampak tenang dengan kabut yang menggelayut tipis, layaknya kosmetik penambah keindahan danau. Untuk mengisi waktu saya, Ichil dan Yan berjalan-jalan sekitar lembah, seolah tidak mau melewati sore indah ini. Semakin sore area camping ground semakin ramai, kami saling bertegur sapa dan bertukar cerita. Langit yang tadinya biru berubah jingga. Bersama-sama kami menyaksikan matahari perlahan-lahan menghilang di balik gunung Agung yang tampak cerah sore itu dari pelawangan Sembalun.
Semakin malam udara sangatlah dingin, angin semakin kencang. Ingin rasanya tetap berada didalam tenda. Tapi untungnya api unggun sudah menyala, kembali kami berkumpul di depan api unggun. Kami berdiskusi mengenai rencana muncak malam nanti. Rencana nya kami akan muncak jam satu malam nanti. Tapi dengan angin yang sangat kecang seperti ini, Bang Osh sebagai ketua group memberi warning "jika angin semakin kencang dan cuaca memburuk hingga tengah malam nanti, kami tidak dianjurkan untuk muncak". Dan kami menerima peringatan dari Bang Osh tersebut. Setelah itu kami makan malam ditengah deru angin dan cuaca dingin. Tidak seperti malam sebelumnya yang bisa berlama-lama ngobrol di depan api unggun, malam ini setelah makan malam selesai kami langsung masuk ke tenda masing-masing. Untuk menangkal udara yang sangat dingin, saya, Ichil dan Yan berinisiatif tidur dalam satu tenda, logika nya semakin banyak orang dalam satu tenda semakin hangat bukan ? dan kami memilih tenda Yan yang lebih besar untuk tidur malam ini.
Sangat lah sulit tidur dalam kondisi angin yang sangat kencang seperti ini, suara angin seperti melolong di malam sunyi, hantaman angin juga membuat tenda kami terus bergoyang, saya jadi takut tenda ini akan diterbang kan angin ke jurang di sisi kiri dan kanan camping ground ini. Dalam tenda kami ber tiga tidak bisa tidur nyenyak, beberapa kali kami terbangun. Saya yang mengenakan baju berlapis-lapis sampai sesak nafas. Melihat cuaca buruk seperti ini, kami memutuskan untuk tidak muncak. Di luar tenda saya mendengar suara- derap langkah kaki rombongan yang nekad untuk terus muncak tapi ada banyak rombongan yang akhirnya balik lagi, mengurungkan niat nya untuk muncak dan kembali ke dalam tenda berjuang melawan angin dingin ditengah kantuk disisa malam.
18 Juni 2012:
Ke esokan pagi nya, angin masih kencang, tapi saya, Ichil dan Yan sudah bangun sebelum matahari terbit, Kami berpikir, walau kami tidak mendapatkan sunrise dari puncak gunung Rinjani tapi masih bisa melihat keindahan sunrise dari pelawangan Sembalun. Dan Tuhan mengabulkan keinginan itu, kami di izinkan untuk melihat sunrise tanpa terhalang kabut, walau hanya dari Pelawangan Sembalun. Kami bertiga menyaksikan perubahan detik demi detik sinar matahari yang perlahan muncul di cakrawala. Pengalaman indah yang akan terus terpatri dalam ingatan saya.
Walaupun kami tidak bisa muncak tapi kami tidak merasa kecewa, kami tidak bisa memaksa ke ganasan alam. Jika sudah berhadapan dengan alam, biarkan pikiran jernih yang bicara bukan Ego. Bagi kami, bukan puncak yang kami cari, tetapi proses menuju nya yang ingin kami dapatkan.
Bersambung ke part 3….
Tweet
Sebuah Cerita Sahabat – Trekking Rinjani (1)
Posted: 18 Dec 2012 07:33 PM PST
Thank’s Febee! Ingredients of Life
“Rinjani tak hanya sebuah gunung namun adalah sebuah mimpi yang terwujud setelah 19 tahun penantian….”
15 Juni 2012 :
Pesawat yang kami tumpangi dari Jakarta mendarat dengan mulus di Bandara International Lombok. Sedikit terkejut melihat kemegahan bandara international yang baru saja dimiliki oleh propinsi nusa tenggara barat ini. Cuaca diluar sangat terik, langit bersih ciri khas pulau ini ditambah logat sasak yang terdengar dari obrolan petugas bandara menandakan bahwa kami benar-benar sudah tiba di Lombok.
Di depan pintu keluar terminal, Bang Osh dan Teddy, dua sahabat lama sudah menunggu kami. Bang Osh yang nantinya akan menemani kami selama pendakian Rinjani. Dengan menggunakan mobil sewaan, kami langsung menuju desa Senaru. sebuah desa di kaki gunung Rinjani,yang kami tempuh selama 3 jam perjalanan dari bandara.
Perlu saya jelaskan sebelumnya, bahwa ada dua buah jalur pendakian rinjani yang populer, yaitu melalui desa Senaru dan desa Sembalun. Jalur sembalun biasanya menjadi pilihan bagi para pendaki, selain pemandangan savana nya yang indah track nya juga landai pada permulaannya, sehingga medan ini menjadi "menu pembuka" yang menggiurkan bagi para pendaki. Karena itu kami pun memilih mendaki melalui jalur Sembalun, namun dikarenakan desa Sembalun tidak memiliki banyak fasilitas penginapan, maka kami menginap di desa senaru dan kebetulan porter yang kami sewa berasal dari desa senaru
Setibanya kami di desa Senaru, kami sudah ditungggu oleh Tole, Fani dan Anding, termasuk Bang Osh mereka adalah teman-teman dari SAMPALA sebuah komunitas pecinta alam dari kota mataram yang turut serta menemani kami dalam pendakian ini.
Pada malam harinya tidak banyak aktifitas yang kami lakukan, setelah makan malam kami pun langsung menuju penginapan guna mengumpulkan energy untuk perjalanan panjang di keesokan harinya.
16 Juni 2012 :
Pagi hari, setelah sarapan kami langsung check out dari penginapan dan mulai melakukan persiapan untuk pendakian. Kami membagi antara barang-barang yang akan kami bawa sendiri dan barang-barang yang akan dibawa oleh porter. Semua keperluan logistik dan perlengkapan seperti tenda, sleeping bag, matras, baju ganti dan lain-lain dibawa oleh tiga orang porter. Sehingga saya, Ichil dan Yan hanya membawa daypack yang berisi dua buah botol air mineral ukuran 600 ML dan makanan kecil untuk bekal perjalanan. Tapi, tidak demikian dengan teman-teman SAMPALA yang dengan gagahnya membawa carrier berukuran jumbo di bahu mereka masing-masing.
Diluar dugaan saya, urusan packing ini dapat diselesaikan dengan cepat oleh para porter. Padahal kalau diperhatikan, barang yang mereka packing tidak main-main, untuk logistik saja mereka membawa 12kg beras, 2 lusin telur, berkilo-kilo sayuran seperti kentang, wortel, buncis,kembang kol, dan kangkung, belum lagi bumbu dapur seperti bawang,cabe,lengkuas, kunyit. Gak ketinggalan buah-buahan apel, jeruk dan nanas. Termasuk juga makanan kaleng seperti kornet dan sarden. Ini baru logistic, belum peralatan tenda. Hebat nya lagi para porter Rinjani membawa semua barang-barang itu dengan cara dipikul dalam keranjang dengan bantuan bambu sebagai penyeimbang, bukan menggunakan Carrier. Batas Maximal daya pikul mereka dibatasi hingga 20 Kg saja per orang, tidak boleh lebih. Oh iya, dalam rombongan kami turut pula se ekor ayam hidup yang akan manjadi menu istimewa kami malam terakhir di danau Segaranak, Ayam Taliwang.
Urusan packing selesai, dengan menggunakan mobil sewaan kemarin dan satu buah mobil puckup untuk membawa porter dan barang ,kami pun beriringan menuju Sembalun. Kurang lebih 45 menit perjalanan. Setelah menyelesaikan administrasi pendaftaran, lalu Bang Osh mempimpin doa, kami berdoa, memohon keselamtan, menyatukan tekad dan semangat menuju Rinjani. Pukul setengah sebelas kami mulai perjalanan ini.
Seperti yang sudah saya jelaskan di awal, jalur sembalun adalah padang savana yang luas. Sejauh mata memandang deretan padang rumput tampak seperti tiada bertepi dengan konturnya yang berbukit. Melihat hamparan padang savana ini mengingatkan saya akan film yang sangat terkenal di TVRI di era 90 an yaitu Little House On The Prairie, membayangkan si kecil Laura berlari naik turun bukit ilalang dengan gembira nya.
Awal perjalanan kami melewati rumah-rumah penduduk dan perkebunan sayur. Setelah keluar dari perkebunan, baru kami disuguhkan dengan pemandangan deratan bukit ilalang yang menakjubkan ini. Deretan bukit-bukit di belakang kami tampak seperti memagari padang savana dengan anggun nya dan puncak gunung Rinjani yang begitu gagah berdiri tegap di depan mata.
Setengah jam pertama perjalanan kami sudah dibuat terengah-engah, bukan karena medan yang berat, tapi oleh sengatan matahari yang terasa sangat dekat diatas kepala. Untuk beberapa waktu kami tidak menemukan pohon rindang untuk berteduh, hanya hamparan padang rumput yang luas. Bahagia rasanya jika sesekali menemukan pohon rindang, bisa berhenti sejenak untuk minum dan mengunyah jelly, cemilan favorite yang tidak pernah ketinggalan kalau lagi naik gunung.
Rombongan kami terdiri dari 10 orang, dengan tiga orang porter yang selalu jalan jauuh di depan kami. Di belakang nya menyusul Fani dan Anding, setelah itu jarak 1 km di belakang mereka menyusul Ichil, Yan, saya dan sebagai tim penyapu jalan Tole dan Bang Osh berjalan di belakang kami. Formasi seperti ini bertahan hingga ke danau dua hari ke depan.
Tepat jam 12 siang kami sudah sampai di pos 1, untung nya terdapat sebuah selter untuk berteduh di pos 1 ini. Disini para porter sudah menunggu dengan menu makan siang yaitu sop sayur, rendang daging dan telor dadar. Perlu saya ceritakan, di setiap pos yang sudah kami tentukan untuk makan, para porter- ini akan menyiapkan peralatan memasak mereka, dengan sigap mereka membagi tugas, ada yang membuat api, ada yang bertugas memasak nasi, menyiangi sayuran sampai mengiris bumbu. Tapi karena mereka berjalan sangat cepat jadi ketika kami sampai, makanan sudah hampir siap semuanya, kami tidak perlu menunggu lama untuk prosesi masak-memasak ini. Hebatnya lagi, untuk kebutuhan membuat api unggun buat masak, bapak-bapak porter ini sudah mengumpulkan ranting-ranting atau kayu-kayu kering yang mereka temui sepanjang perjalanan.
Kurang lebih satu jam kami ber-istirahat dan makan siang di pos I ini, lengkap dengan buah nanas sebagai dessert dan secangkir kopi. Setelah tenaga pulih, kami meneruskan kembali perjalanan. Menurut Bang Osh yang menjadi leader di group ini, target kami hari ini adalah sampai di pos 3, ditempuh dalam waktu 2 jam berjalan santai dan rencana nya malam ini kami akan nge-camp di pos 3 ini.
Perjalanan dari pos 1 menuju pos 2 dan pos 3 masih naik turun bukit- bukit ilalang, walaupun track sudah semakin menanjak untung nya panas matahari tidak seterik di awal tadi. kami benar-benar menikmati semua keindahan yang disuguhkan sepanjang perjalanan ini, sesekali kami berhenti untuk minum atau mengambil foto. Awan putih beriring dan langit biru seperti mengawal kami sepanjang perjalanan.
Jarak antara pos 1 ke pos 2 berjarak satu jam perjalanan, begitu juga dari pos 2 ke pos 3 bisa di tempuh dengan satu jam perjalanan juga. Sesuai dengan target, satu jam kemudian kami tiba di pos 2. Di pos 2 ini kami berhenti sejenak untuk ber istirahat. Berbicara soal air, gunung rinjani termasuk gunung yang tidak susah menemukan mata air, terdapat mata air di beberapa spot, contoh nya di pos 2 ini. Pos 2 ini di tandai dengan adanya sebuah jembatan penghubung cukup besar, seperti dibuat untuk jalur mobil, agak aneh juga dengan keberadaan jembatan di atas gunung, ternyata menurut cerita yang saya dengar, jembatan ini disediakan memang untuk dilalui mobil, jadi ceritanya sekitar tahun 80 an Presiden Soeharto berencana naik ke Rinjani untuk menyebar benih ikan di danau Segaranak. Tapi rencana itu urung dilakukan sehingga infrastruktur jalan juga berhenti sampai di pos 2 saja. Coba bayangkan kalau Pak Harto jadi nyebar benih ke danau Segaranak, bisa-bisa kita pake mobil deh ke danau.
Syukurlah sebelum sore kami sudah sampai di pos 3. Saya melihat deretan tenda-tenda sudah di dirikan oleh porter, api unggun sudah menyala dan kuali penanak nasi teronggok manis diatas nya. Satu ceret air panas telah tersedia. Disebelah tenda group kami, terdapat beberapa buah tenda juga dari group lain dengan segala aktifitas nya, saya membayangkan deretan tenda-tenda ini seperti sebuah perkampungan, lengkap dengan se ekor ayam nya.
Sore itu kami isi dengan berbagai aktifitas, ada yang sibuk membersihkan diri, beristirahat dalam tenda atau membantu porter menyiapkan makan malam. Tapi sebagian besar dari kami duduk santai beristirahat sambil menikmati secangkir kopi atau teh. Menurut saya lokasi camping di pos 3 ini sangat sempurna, tenda berdiri di dalam lembah sehingga terlindung dari terpaan angin kencang.
Malam pun datang, udara semakin dingin,satu persatu kami memakai jacket dan kupluk penahan dingin. Dua buah api unggun disiapkan sebagai penghangat. Akhir nya waktu makan malam datang juga. Menu malam ini yang terhidang adalah pelecing kangkung, sambal ikan Roa dan telur dadar. Beruntung kami mendapatkan porter yang jago masak. pelecing kankung nya enak sekali, Bapak Porter tidak lupa membawa terasi khas Lombok dan jeruk limo sebagai syarat utama pelecing enak. Makan malam yang sempurna.
Setelah makan malam kami berkumpul di depan api unggun, bercengkrama menikmati malam. Susu coklat hangat menjadi pelengkap malam, ditemani alunan lagu lawas Bob Dylan dari audio yang kami bawa. Semakin malam, udara dingin semakin menusuk, perut kenyang dan badan letih, sudah saat nya kami masuk ke tenda, sleeping bag hangat sudah memanggil. Jutaan bintang terserak di langit malam mengantar kami kembali ke peraduan…..
Bersambung ke part 2…
Tweet
You are subscribed to email updates from Info Lombok
To stop receiving these emails, you may unsubscribe now.
Email delivery powered by Google
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610
Posted: 18 Dec 2012 09:08 PM PST
Petualangan yang tak terlupakan ya Febee! Ingredients of Life
Tuhan memang art director paling canggih sejagad raya. Dan salah satu maha karya-Nya yang paling cantik ada di danau Segaranak……
Salah satu pesona unggulan Taman Nasional Gunung Rinjani adalah Danau Segaranak dan keindahan alam Segaranak ini sudah dapat dinikmati sejak perjalanan turun dari pelawangan Sembalun.
Walaupun pada awal perjalanan kita akan menemukan jalur yang sulit dilalui karena hampir separuh perjalanan berupa bebatuan kerikil dan jalan terjal menurun. Jika kita tidak berhati-hati maka akan terpeleset dan langsung disambut oleh jurang yang me-nganga di sisi jalan. Memang track nya hampir menyerupai tangga- tangga tapi masih sangat lah jauh dari kata nyaman, tidak jarang kita berhadapan dengan medan curam yang mengharuskan kita merayap seperti atilit rock climbing, Beberapa kali saya mendapat peringatan untuk tidak mengambil foto, tetap berkonsentrasi dengan jalan karena ada banyak kasus pendaki nakal yang terpeleset, karena asyik mengambil foto.
Tidak heran memang jika banyak pendaki yang tergiur untuk mengambil foto, perjalanan ini menawarkan banyak suguhan memukau. Pemandangan jalur tujuh bukit penyesalan yang kemarin kami lalui meliuk-liuk indah, pada dinding-dinding tebing yang curam, kuncup-kuncup bunga edelwais bergelayut dengan cantik nya. Aroma semerbak bunga edelwais mengiring langkah kami menyusuri jalan terjal menurun, wangi nya mengalahkan parfum luar negeri sekalipun.
Sudah mendekati danau, jalur sudah tidak terjal seperti pada awal perjalanan, bahkan saya bisa berlari menuruni perbukitan, sayangnya saat itu cuaca berkabut saya jadi tidak bisa melihat gagahnya puncak gunung Tambora yang katanya bisa terllihat dari sini .
Dan disini saya baru menyadari gunung rinjani menyimpan banyak spesies bunga, selain bunga edelwais saya meilihat bunga beraneka warna teronggok diatas bukit dan tebing, bahkan di bawah jembatan penghubung pun ditumbuhi hamparan bunga beranega warna. Dan saya juga mendengar suara nyanyian burung yang bersahutan. Rasanya semua pesona ini tidak sanggup di jabarkan dengan kata-katan indah sekalipun terucap dari seorang pujangga. Alam begitu indah nya.
Dan danau Segaranak itupu kian mendekat….
ROAD TO EMPTINESS
Menurut Wikipedia, Segara Anak merupakan sebuah danau yang terletak di kaldera gunung Rinjani. Segara (laut) anak berarti anak laut yang di yakini sebagai bagian dari laut yang terpecah ke dalam sebuah pulau. Hal ini di dasari atas warna air yang biru seperti laut. Danau Segara Anak terbentang seluas 1.100 ha berbatas dinding pegunungan terjal. Gunung Barujari yang tumbuh belakangan akibat aktivitas vulkanik dengan medan berpasir dan sesekali mengepulkan asap magma menjadi pelengkap eksotisme pemandangan.
Saya pernah membaca sebuah artikel yang berjudul "the Art of doing nothing", kalimat tersebut mengaplikasikan arti dasar dari kata Vacation, yakni tidak melakukan apa-apa. Demikian lah yang saya rasakan saat berada di danau Segaranak ini. Pemandangan indah membuat saya terbius, hanya ingin berdiam menikmati sepuasnya apa yang disuguhkan alam. Damai dan nyaman.
Satu-satu nya kegiatan yang banyak mendapat perhatian di danau ini adalah memancing, ada banyak penduduk sekitar gunung rinjani bahkan yang jauh sekalipun mengkhususkan diri untuk datang memancing di danau ini. Ikan yang bisa di temui di danau ini adalah jenis ikan mas atau ikan mujair. Jadi kalau anda hobi memancing jangan lupa menyiapkan alat pancing jika datang ke danau ini. Contoh nya adalah teman kami Tole yang membawa seperangkat alat pancing nya dan menghabiskan waktu nya hanya untuk memancing.
Cukup banyak ikan yang bisa didapat oleh Tole dan ikan-ikan tersebut yang menjadi santapan kami selama dua hari di danau. Isitimewa nya lagi, Tole memasak sendiri ikan-ikan hasil tangkapan nya itu buat kami, entah apa bumbu yang dipakai rasa masakan nya sungguh lah nikmat.
Jika anda tidak tertarik dengan memancing boleh lah mencoba untuk menyusuri pinggiran danau. Jika beruntung anda bisa menyaksikan sekelompok burung belibis berenang di tengah danau. Pada waktu itu saya beruntung bisa melihat pelangi dari gunung baru jari sampai di atas danau, Indah sekali. Di danau Segaranak ini juga terdapat gua yaitu gua yang banyak dikunjungi masyarakat pulau Lombok, karena dipercayai air hangat yang keluar dari dalam gua bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit. Jangan ditanya suasana malam di pinggir danau, jutaan bintang bertaburan di langit, sinar nya memantul di atas danau. Semakin malam kita bisa melihat banyak bintang jatuh, berjuta make a wish langsung terucap.
Danau segaranak melebur orang-orang dari berbagai latar belakang menjadi sebuah keluarga besar. Tepat di sebelah tenda kami berdiri tenda dua orang mahasiswa dari Jakarta yang sedang mengisi liburan mereka, dengan bangga nya mereka bercerita bagaimana perjuangan mereka dari Jakarta sampai akhirnya bisa menggapai puncak Rinjani, salut dengan semangat mereka. Tidak jauh dari tenda kami ada sekelompok anak muda yang datang ke danau Segaranak hanya untuk memuaskan hobi memancing mereka.
Berbekal beras dan bumbu seadanya mereka benar-benar mengandalkan ikan danau untuk makan sehari-hari.
Anak-anak muda ini sangatlah ramah, mereka menjamu kami di tenda mereka layaknya teman lama, yang istimewa nya lagi mereka menjamu kami dengan tembakau Kasturi, sebagai bentuk penghormatan menyambut tamu. Dari obrolan akhirnya saya tau kalau mereka berasal dari daerah Lombok Timur yang memang daerah penghasil tembakau di Propinsi Nusa Tenggara barat ini. Menurut teman-teman yang mencoba rasanya patut dipujikan. Mereka memberi tahu bahwa ada tembakau kelas premium yang lebih enak lagi, nama nya tembakau Sena. Tembakau ini hanya bisa ditemui di kota Masbagik Lombok Timur. Atas kemurahan hati mereka kami diberi tahu satu-satu nya toko yang menjual tembakau ini, dan pada akhir nya kami juga mengejar tembakau sena ke toko itu, sebagai oleh-oleh buat teman-teman di Jakarta.
Seperti cerita saya sebelumnya, dimana kami banyak menemui pendaki-pendaki rinjani yang usianya sudah berumur dan setiap kami bertanya kepada mereka, semua selalu menjawab gua susu untuk berobat. Rasa penasaran kami akan gua susu itulah yang membuat kami juga ingin mencari keberadaan nya.
Gua susu ini tidak jauh dari danau segaranak, namun jalan yang ditempuh pun cukup terjal dengan mendaki dan menuruni kurang lebih 2 bukit, sampai lah kita pada gua sumber air panas yang menjadi tujuan para pencari obat itu. Didalam gua tersebut terdapat uap sumber air panas, sehingga rasanya kalau masuk kedalam nya seperti kita masuk kedalam steam di spa.
Selain itu pula air yang mengalir dari gua tersebut membetuk kolam-kolam kecil air panas yang siap juga memanjakan kaki kita untuk sekedar menghilangkan penat. Sungguh sangat nikmat yang saya rasakan setelah berjalan 3 hari, kaki ini rasanya seperti merasakan pijatan terapis di spa, priceless.
PESTA PORA
Sebagai tukang makan yang suka masak, saya dan Ichil pasti melakukan kedua hobi kami tersebut di disetiap pendakian gunung yang kami lakukan, termasuk di trip Rinjani ini. Dari jauh-jauh hari kami sudah membayangkan bagaimana seru nya sore-sore memasak di pinggir danau dengan latar belakang birunya air Segara Anaka dan panorama Gunung Baru Jari, dan itu terwujud persis seperti apa yang kami bayangkan.
Semua perkakas masak siap di gelar di depan tenda tidak lupa Trangia andalan kami lengkap dengan segala perlengkapan bumbu. Walau dengan peralatan yang seadanya kami bisa menghasilkan masakan yang lezat. Berikut menu masakan yang akan kami olah selama "pertapaan" kami di danau Segaranak : Puding coklat, bitterballen, bakwan sayur dan ikan bakar padang. Kami ber perinsip naik gunung bukan berarti harus makan Mie instan terus kan ?
Untuk pendakian rinjani ini karena urusan masak sudah menjadi tanggung jawab porter, maka kami hanya memasak makanan kecil saja sebagai teman minum teh dan kopi di sore hari. Sebuah pengalaman mewah, sore hari bisa bersantai dipinggir danau segaranak menikmati bitterballen hangat sambil nge teh dan ngopi lengkap dengan frechpress tentunya.
Khusus untuk ikan bakar padang, saya sengaja meminta ibu saya membuatkan bumbu ikan bakar padang andalan beliau, saya tau ikan di danau segaranak besar-besar dan pasti cocok sekali jika dimasak ikan bakar Padang.
Danau Segaranak mengajarkan saya bahwa saya bisa memanfaatkan dingin nya air danau untuk kulkas alami. Contoh nya pada saat membuat pudding coklat, proses pendinginan pudingnya, panci trangia yang berisi adonan pudding saya masukan setengah badannya kedalam air danau yang suhunya cukup dingin, lalu bagian atasnya saya tutup dengan wajan teflon yang diberi pemberat batu, luar biasa.. malam hari nya kami bisa dessert dengan pudding coklat, terima kasih lagi kepada alam yang sangat bermurah hati memanjakan lidah dan rasa kami, walau berada di ketinggian 2000
Dan berikut rentetan menu makanan kami selama trips Rinjani: pelecing kangkung, telur dadar, sop sayur, capcay, nasi goreng, kornet goreng, ikan goreng mujair hasil tangkapan di danau, ikan bakar padang, rending daging, orek tempe, sambal roa dan menu istimewa kami adalah ayam taliwang yang kami nikmati di malam terakhir kami di danau, Pesta Pora….
PULANG
Sebelum saya memulai perjalanan ke gunung rinjani ini banyak sahabat saya yang memperingatkan untuk membawa logistic lebih, karena apabila sudah sampai danau rasanya akan malas pulang dan memang ini yang sayai rasakan. Sangatlah berat sekali kami harus meninggalkan keindahan alam dan kedamaian di danau segaranak ini, but show must go on.
Untuk pulangnya, kami menargetkan perjalanan 1 hari penuh tanpa ada menginap, sehingga kami memperhitungkan dengan memulai perjalanan di pagi hari. Tepat pukul 7 pagi kami semua sudah siap menyandang ransel masing-masing dan siap memulai perjalan pulang.
Gunung Rinjani kembali menunjukan keunikannya, biasanya apabila kita turun gunung, maka track yang akan kita hadapi adalah track yang terus menurun hingga akhir gunung, namun rinjani hal ini tidak berlaku, track pulang pun harus dilalui dengan proses mendaki ke pelawangan senaru. Track pendakian nya cukup menguras tenaga, diawali dengan melewati sungai kecil yang kebetulan sedang musim kemarau sehingga air hanya sampai ke mata kaki, menurut Bang Osh pada musim hujan bisa sampai sepinggang, selanjutnya kembali kami disambut dengan tanjakan-tanjakan dan jalan yang berpasir, kami sedikit diuntungkan dengan turun hujan semalam, pasir-pasirnya sedikit mengeras sehingga tidak terlalu berdebu. Rock climbing kembali lagi terjadi, bongkahan batu-batu besar siap menghadang kami, realing yang disiapkan pada pinggiran batu sudah banyak yang rusak sehingga kami perlu extra hati-hati untuk mencari pegangan ketika melewati dan merayap diantara bebatuan itu, sangant menantang dan membangkitkan adrenalin kami.
Keindahan alam akan danau Segaranak pun rasanya tak rela dilepas begitu saja, diantara bebatuan dan pasir, mata kamipun tetap disuguhkan keindahannya dari sisi yang berbeda, kali ini melalui pelawangan Senaru, rasanya tak kan rela melepas ini.
Di pelawangan Senaru ini kami sempat berhenti sejenak untuk mengatur nafas setelah melewati track panjang dan menanjak, dan selanjutnya kami akan disuguhkan track menurun dan memasuki hutan, Jalan yang kami lalui untuk track turun tidak terlalu curam, beberapa bukit terbuka yang bisa kami lalui dengan berlari kecil.
Ketika memasuki kawasan hutan, nyanyian merdu dari burung-burung menjadi ucapan selamat datang untuk kami. Di dalam hutan lindung ini kita akan melihat deretan pohon tertata rapi, jika beruntung kami melihat pertunjukan "sirkus" kera-kera hutan. Rasanya betah berlama-lama di dalam hutan ini. Kesempatan kali ini saya beruntung bisa melihat lutung ( kera hitam ber ekor panjang) sedang bergelayutan liar diantara pepohonan, sungguh indah rasanya, seperti memandang tayangan National Geographic secara live.
Tepat pukul 4 sore, kami sudah menginjakan kaki di gerbang taman nasional rinjani, yang menandakan tracking kami sudah selesai, dan tepat di gerbang itu sebuah warung kecil sudah siap menggapai-gapai saya untuk bisa mencicipi hangatnya pisang goreng dan secangkir teh manis untuk memulihkan energy .
Rasanya saya tidak akan pernah puas akan gunung rinjani ini, dalam proses menulis catatan perjalan ini pun kerinduan yang membuncah akan keindahan alam nya dan ketenangan danau terus menggelayut, saya akan kembali ke gunung rinjani suatu saat nanti, janji saya.
Tweet
Sebuah Cerita Sahabat – Pagi di Rinjani (2)
Posted: 18 Dec 2012 08:06 PM PST
Keren Febee! Ingredients of Life
"Jika kamu ingin hebat, berpetualanglah! Karena dunia milik orang-orang pemberani (pepatah lama)
17 Juni 2012:
Pagi hari saya dibangunkan oleh suara kokok ayam yang melengking tinggi. Rupanya demi kenyamanan si ayam, pak porter memberi kebebasan sejenak kepada ayam untuk berjalan-jalan berbatas seutas tali.
Saya bangun dengan rasa penasaran yang membuncah di hati, penasaran dengan petualangan yang sudah menunggu. Dari balik lembah saya menatap puncak rinjani, seolah meminta saya untuk bergegas.
Setelah sarapan pagi dan menyelesaikan segala persiapan pendakian, kami memulai petualangan hari ini. Target kami adalah nge camp di pelawangan sembalun. Waktu menunjukan pukul sembilan pagi, tapi matahari sudah sangat terik. Dari awal perjalanan dari pos 3 ini kami sudah berhadapan dengan track yang "dasyat", ditambah dengan sengatan matahari yang menggelayut dibelakang, saya jadi berpikir, "apakah saya sanggup?"
Memang gunung Rinjani ini adalah gunung yang sudah sangat populer baik di dalam maupun di luar negeri, bisa mencapai ribuan pendaki sepanjang musim pendakian. Sehingga untuk jalur pendakian nya sudah sangat tampak jelas, kita tidak harus membabat hutan untuk membuka jalur. Tapi jangan salah, panjangnya medan dan track yang tidak bisa disebut landai benar-benar menguji fisik maupun mental.
Dahulu terdapat dua jalur pendakian untuk menuju pelawangan sembalun. Jalur pertama medan yang di tempuh sedikit landai tapi sangat lah panjang, jalur ini disebut jalur penyiksaan. Jalur yang kedua medan nya tidak panjang tapi track nya menanjak dan ini disebut jalur penyesalan. Namun sejak beberapa tahun yang lalu, karena jembatan penghubung di jalur penyesalan roboh, maka jalur tersebut sudah ditutup untuk pendakian. Dari sebutan kedua track itu sudah sangat jelas bukan apa yang akan kami lalui hari ini??
Mendaki Rinjani sangat menguras stamina. Beberapa kali kami harus menghentikan langkah untuk menarik nafas dalam-dalam sebagai bekal beberapa langkah ke depan. Sebagai gambaran, untuk tiba di pelawangan Sembalun ternyata kami harus menaklukan tujuh buah bukit terlebih dahulu. Tapi yang membedakan gunung rinjani dengan gunung-gunung lain nya adalah bukit-bukit tersebut tidak terlihat sampai kita bisa menaklukan satu bukit sebelumnya, jadi diatas bukit ada bukit lagi dan itu berlapis tujuh. Mendaki bukit setapak demi setapak seperti bukit ini tidak berujung.
Jumlah tujuh buah bukit ini baru saya ketahui ketika saya menulis cerber ini. Terbayangkan bagaimana kekuatan mental saya benar-benar diuji saat ini, karena saya berpikiran setelah saya berhasil menaklukan satu buah bukit saya akan menemukan track menurun atau malah sudah tiba ditujuan ? Semua salah besar, jangankan jalan menurun, tapi satu buah bukit lagi sudah menunggu untuk ditaklukkan.
Sepanjang perjalanan ini kami beriringan dengan banyak rombongan pendaki lain dari berbagai daerah dan negara. Susul menyusul terjadi layaknya sebuah kompetisi, ini juga yang menjadi penyemangat saya untuk jangan menyerah. Contohnya sebuah rombongan mahasiswa ITB yang sejak awal selalu beriringan dengan kami. Rasanya bangga jika bisa menyalip mereka, mengingat faktor usia, seharusnya mereka bisa lebih kuat dan lebih cepat dong dari saya? Tapi lucunya jika mereka bisa menyusul, sebagai penghibur hati saya cuman bilang "akh mereka kan masih muda, memang seharusnya lebih cepet "….
Ada satu hal yang akan saya ingat selalu, yaitu jangan percaya dengan porter atau guide jika berbicara mengenai jarak di gunung, karena sejauh apa pun jarak yang masih harus ditempuh, mereka akan menjawab "sebentar lagi sampai" atau "itu dibalik pohon itu sampai" padahal yang dimaksud sebentar lagi itu masih lah jauh. Satu dua bukit pertama saya masih mempercayai nya, tapi setelah itu saya sudah tidak percaya lagi, sampai-sampai saya membuat rumus jarak sendiri yaitu 2 kali tambah 1 jam, waktu Porter. Jadi kalau porter bilang satu jam lagi sampai, artinya satu jam di kali dua plus satu. Mungkin dalam hati mereka mengibaratkan kami adalah tokoh Donkey dalam film shrek yang berisik, selalu bertanya "Are we there yet? Are we there yet ?" Aliass aduuhh berisik deeh nanya-nanya terus …
Selain pendaki muda-muda yang kami temui, ternyata di gunung rinjani ini pun kami menemukan beberapa pendaki yang sudah cukup sepuh, yang membuat kami terkagum-kagum. Keberadaan pendaki senior ini dalam rangka berobat ke sumber air panas gua susu di segara anak.
Biarlah alam tercipta dengan liar nya, kami tetap menikmati semua yang disuguhkan oleh – NYA. Seringkali sebagai penghibur hati saya berhenti sejenak untuk menikmati pemandangan sekitar yang penuh pesona. Jika bertemu dengan pohon rindang kami akan beristirahat, memulihkan tenaga berbekal makanan kecil yang kami bawa. Kami sangat menikmati proses pendakian ini, meminjam pepatah lama :tak kan lari gunung dikejar.
Akhirnya setelah lima jam perjalanan, di puncak keletihan yang dirasa, tiba-tiba kami disuguhkan dengan pemandangan Danau segaranak di depan mata, danau itu tampak sangat anggun dibawah sana, seperti sedang menunggu kami. Rasa letih langsung hilang, terbayar sudah dengan pemandangan indah ini. Ucapan syukur langsung terucap dari mulut kami masing-masing. Kami langsung mengabadikan moment di pelawangan sembalun ini dengan mengambil foto sepuasnya.
Puas foto-foto kami melanjutkan perjalanan, ternyata perjuangan kami hari ini belum berakhir disini, untuk menuju camping ground kami masih harus melintasi satu bukit lagi. Kurang lebih 15 menit kemudian baru kami bisa menemukan camping ground itu. Rasanya bahagia melihat tenda kami sudah berdiri rapih. Porter kami memilih posisi ngecamp tepat di atas lembah dengan pemandangan danau segaranak. Satu area dengan kami terdapat rombongan turis asing yang mendirikan tujuh buah tenda. Pelawangan sembalun adalah pintu gerbang memasuki pesona indah puncak Rinjani, bagi pendaki yang berniat muncak biasanya akan nge-camp di pelawangan Sembalun ini, baru pada tengah malam mulai jalan menuju puncak.
Gunung Rinjani memang selalu meyuguhkan hal yang sangat unik, di pelawangan sembalun ini kami dikejutkan dengan pedagang yang menjual coca-cola, bir bintang dan rokok Marlboro, seperti mimpi yang menjadi kenyataan, penat, haus dan letih yang kami rasakan terasa kembali segar setelah di ganjar coca-cola dingin yang masuk dengan pasti ke kerongkongan kami, luar biasa segarnya.
Kekaguman akan pedangan ini akhirnya membawa kami kesebuah perbincangan, bagaimana mereka membawa 4 box botol bir bintang ukuran besar dan 10 box kaleng coca-cola. Dengan cara di tandu mereka membawa barang dagangan nya, untuk menjawab pertanyaan saya, "wah beratnya kayak apa ya?" serta merta segera menunjukan pundaknya yang masih lecet dan lebam akibat gesekan bambu dengan pundaknya yang terbebani, bisa dibayangkan bukan beratnya.
Mereka akan tetap tinggal di pelawangan sembalun hingga dagangan mereka habis yang kurang lebih 2 minggu, dan selanjutnya mereka turun bergantian dengan rekan nya yang menggantikan berdagang diatas pelawangan sembalun. Dalam kurun waktu 4 tahun mas didin sudah menjalankan bisnis ini, bukan waktu yang pendek, sangat luar biasa dan memang mengejutkan.
Aroma makan siang baru saja selesai dimasak oleh porter menyeruak, dengan penuh suka cita kami langsung menyantap menu yang dihidangkan. Setelah makan, acara selanjunya adalah Tidur Siang… Yuuppp pendakian rinjani ini adala pendakian yang paling membahagiakan, karena menjelang sore kami sudah bisa sampai di camping ground, tidak seperti pendakian-pendakian lain nya yang biasanya menjelang malam baru bisa nge camp. Oleh karena itu tidur siang pun bisa masuk dalam kegiatan mengisi waktu. Badan letih dan hembusan angin dari luar membuat saya cepat tertidur, tetapi sebelum terlelap saya masih sempat mengagumi langit biru dan cantiknya danau Segaranak dari balik Tenda.
Udara dingin dan hembusan angin yang mulai kencang membangunkan saya dari tidur, tidak terasa saya sudah tertidur selama satu jam. Saya mendengar teman-teman diluar sedang ngobrol seru, segera saya ikut bergabung, tetapi terlebih dahulu saya mengenakan jacket dan kupluk, senjata untuk dingin yang makin terasa.
Sore hari di pelawangan sembalun sangatlah indah, birunya danau tampak tenang dengan kabut yang menggelayut tipis, layaknya kosmetik penambah keindahan danau. Untuk mengisi waktu saya, Ichil dan Yan berjalan-jalan sekitar lembah, seolah tidak mau melewati sore indah ini. Semakin sore area camping ground semakin ramai, kami saling bertegur sapa dan bertukar cerita. Langit yang tadinya biru berubah jingga. Bersama-sama kami menyaksikan matahari perlahan-lahan menghilang di balik gunung Agung yang tampak cerah sore itu dari pelawangan Sembalun.
Semakin malam udara sangatlah dingin, angin semakin kencang. Ingin rasanya tetap berada didalam tenda. Tapi untungnya api unggun sudah menyala, kembali kami berkumpul di depan api unggun. Kami berdiskusi mengenai rencana muncak malam nanti. Rencana nya kami akan muncak jam satu malam nanti. Tapi dengan angin yang sangat kecang seperti ini, Bang Osh sebagai ketua group memberi warning "jika angin semakin kencang dan cuaca memburuk hingga tengah malam nanti, kami tidak dianjurkan untuk muncak". Dan kami menerima peringatan dari Bang Osh tersebut. Setelah itu kami makan malam ditengah deru angin dan cuaca dingin. Tidak seperti malam sebelumnya yang bisa berlama-lama ngobrol di depan api unggun, malam ini setelah makan malam selesai kami langsung masuk ke tenda masing-masing. Untuk menangkal udara yang sangat dingin, saya, Ichil dan Yan berinisiatif tidur dalam satu tenda, logika nya semakin banyak orang dalam satu tenda semakin hangat bukan ? dan kami memilih tenda Yan yang lebih besar untuk tidur malam ini.
Sangat lah sulit tidur dalam kondisi angin yang sangat kencang seperti ini, suara angin seperti melolong di malam sunyi, hantaman angin juga membuat tenda kami terus bergoyang, saya jadi takut tenda ini akan diterbang kan angin ke jurang di sisi kiri dan kanan camping ground ini. Dalam tenda kami ber tiga tidak bisa tidur nyenyak, beberapa kali kami terbangun. Saya yang mengenakan baju berlapis-lapis sampai sesak nafas. Melihat cuaca buruk seperti ini, kami memutuskan untuk tidak muncak. Di luar tenda saya mendengar suara- derap langkah kaki rombongan yang nekad untuk terus muncak tapi ada banyak rombongan yang akhirnya balik lagi, mengurungkan niat nya untuk muncak dan kembali ke dalam tenda berjuang melawan angin dingin ditengah kantuk disisa malam.
18 Juni 2012:
Ke esokan pagi nya, angin masih kencang, tapi saya, Ichil dan Yan sudah bangun sebelum matahari terbit, Kami berpikir, walau kami tidak mendapatkan sunrise dari puncak gunung Rinjani tapi masih bisa melihat keindahan sunrise dari pelawangan Sembalun. Dan Tuhan mengabulkan keinginan itu, kami di izinkan untuk melihat sunrise tanpa terhalang kabut, walau hanya dari Pelawangan Sembalun. Kami bertiga menyaksikan perubahan detik demi detik sinar matahari yang perlahan muncul di cakrawala. Pengalaman indah yang akan terus terpatri dalam ingatan saya.
Walaupun kami tidak bisa muncak tapi kami tidak merasa kecewa, kami tidak bisa memaksa ke ganasan alam. Jika sudah berhadapan dengan alam, biarkan pikiran jernih yang bicara bukan Ego. Bagi kami, bukan puncak yang kami cari, tetapi proses menuju nya yang ingin kami dapatkan.
Bersambung ke part 3….
Tweet
Sebuah Cerita Sahabat – Trekking Rinjani (1)
Posted: 18 Dec 2012 07:33 PM PST
Thank’s Febee! Ingredients of Life
“Rinjani tak hanya sebuah gunung namun adalah sebuah mimpi yang terwujud setelah 19 tahun penantian….”
15 Juni 2012 :
Pesawat yang kami tumpangi dari Jakarta mendarat dengan mulus di Bandara International Lombok. Sedikit terkejut melihat kemegahan bandara international yang baru saja dimiliki oleh propinsi nusa tenggara barat ini. Cuaca diluar sangat terik, langit bersih ciri khas pulau ini ditambah logat sasak yang terdengar dari obrolan petugas bandara menandakan bahwa kami benar-benar sudah tiba di Lombok.
Di depan pintu keluar terminal, Bang Osh dan Teddy, dua sahabat lama sudah menunggu kami. Bang Osh yang nantinya akan menemani kami selama pendakian Rinjani. Dengan menggunakan mobil sewaan, kami langsung menuju desa Senaru. sebuah desa di kaki gunung Rinjani,yang kami tempuh selama 3 jam perjalanan dari bandara.
Perlu saya jelaskan sebelumnya, bahwa ada dua buah jalur pendakian rinjani yang populer, yaitu melalui desa Senaru dan desa Sembalun. Jalur sembalun biasanya menjadi pilihan bagi para pendaki, selain pemandangan savana nya yang indah track nya juga landai pada permulaannya, sehingga medan ini menjadi "menu pembuka" yang menggiurkan bagi para pendaki. Karena itu kami pun memilih mendaki melalui jalur Sembalun, namun dikarenakan desa Sembalun tidak memiliki banyak fasilitas penginapan, maka kami menginap di desa senaru dan kebetulan porter yang kami sewa berasal dari desa senaru
Setibanya kami di desa Senaru, kami sudah ditungggu oleh Tole, Fani dan Anding, termasuk Bang Osh mereka adalah teman-teman dari SAMPALA sebuah komunitas pecinta alam dari kota mataram yang turut serta menemani kami dalam pendakian ini.
Pada malam harinya tidak banyak aktifitas yang kami lakukan, setelah makan malam kami pun langsung menuju penginapan guna mengumpulkan energy untuk perjalanan panjang di keesokan harinya.
16 Juni 2012 :
Pagi hari, setelah sarapan kami langsung check out dari penginapan dan mulai melakukan persiapan untuk pendakian. Kami membagi antara barang-barang yang akan kami bawa sendiri dan barang-barang yang akan dibawa oleh porter. Semua keperluan logistik dan perlengkapan seperti tenda, sleeping bag, matras, baju ganti dan lain-lain dibawa oleh tiga orang porter. Sehingga saya, Ichil dan Yan hanya membawa daypack yang berisi dua buah botol air mineral ukuran 600 ML dan makanan kecil untuk bekal perjalanan. Tapi, tidak demikian dengan teman-teman SAMPALA yang dengan gagahnya membawa carrier berukuran jumbo di bahu mereka masing-masing.
Diluar dugaan saya, urusan packing ini dapat diselesaikan dengan cepat oleh para porter. Padahal kalau diperhatikan, barang yang mereka packing tidak main-main, untuk logistik saja mereka membawa 12kg beras, 2 lusin telur, berkilo-kilo sayuran seperti kentang, wortel, buncis,kembang kol, dan kangkung, belum lagi bumbu dapur seperti bawang,cabe,lengkuas, kunyit. Gak ketinggalan buah-buahan apel, jeruk dan nanas. Termasuk juga makanan kaleng seperti kornet dan sarden. Ini baru logistic, belum peralatan tenda. Hebat nya lagi para porter Rinjani membawa semua barang-barang itu dengan cara dipikul dalam keranjang dengan bantuan bambu sebagai penyeimbang, bukan menggunakan Carrier. Batas Maximal daya pikul mereka dibatasi hingga 20 Kg saja per orang, tidak boleh lebih. Oh iya, dalam rombongan kami turut pula se ekor ayam hidup yang akan manjadi menu istimewa kami malam terakhir di danau Segaranak, Ayam Taliwang.
Urusan packing selesai, dengan menggunakan mobil sewaan kemarin dan satu buah mobil puckup untuk membawa porter dan barang ,kami pun beriringan menuju Sembalun. Kurang lebih 45 menit perjalanan. Setelah menyelesaikan administrasi pendaftaran, lalu Bang Osh mempimpin doa, kami berdoa, memohon keselamtan, menyatukan tekad dan semangat menuju Rinjani. Pukul setengah sebelas kami mulai perjalanan ini.
Seperti yang sudah saya jelaskan di awal, jalur sembalun adalah padang savana yang luas. Sejauh mata memandang deretan padang rumput tampak seperti tiada bertepi dengan konturnya yang berbukit. Melihat hamparan padang savana ini mengingatkan saya akan film yang sangat terkenal di TVRI di era 90 an yaitu Little House On The Prairie, membayangkan si kecil Laura berlari naik turun bukit ilalang dengan gembira nya.
Awal perjalanan kami melewati rumah-rumah penduduk dan perkebunan sayur. Setelah keluar dari perkebunan, baru kami disuguhkan dengan pemandangan deratan bukit ilalang yang menakjubkan ini. Deretan bukit-bukit di belakang kami tampak seperti memagari padang savana dengan anggun nya dan puncak gunung Rinjani yang begitu gagah berdiri tegap di depan mata.
Setengah jam pertama perjalanan kami sudah dibuat terengah-engah, bukan karena medan yang berat, tapi oleh sengatan matahari yang terasa sangat dekat diatas kepala. Untuk beberapa waktu kami tidak menemukan pohon rindang untuk berteduh, hanya hamparan padang rumput yang luas. Bahagia rasanya jika sesekali menemukan pohon rindang, bisa berhenti sejenak untuk minum dan mengunyah jelly, cemilan favorite yang tidak pernah ketinggalan kalau lagi naik gunung.
Rombongan kami terdiri dari 10 orang, dengan tiga orang porter yang selalu jalan jauuh di depan kami. Di belakang nya menyusul Fani dan Anding, setelah itu jarak 1 km di belakang mereka menyusul Ichil, Yan, saya dan sebagai tim penyapu jalan Tole dan Bang Osh berjalan di belakang kami. Formasi seperti ini bertahan hingga ke danau dua hari ke depan.
Tepat jam 12 siang kami sudah sampai di pos 1, untung nya terdapat sebuah selter untuk berteduh di pos 1 ini. Disini para porter sudah menunggu dengan menu makan siang yaitu sop sayur, rendang daging dan telor dadar. Perlu saya ceritakan, di setiap pos yang sudah kami tentukan untuk makan, para porter- ini akan menyiapkan peralatan memasak mereka, dengan sigap mereka membagi tugas, ada yang membuat api, ada yang bertugas memasak nasi, menyiangi sayuran sampai mengiris bumbu. Tapi karena mereka berjalan sangat cepat jadi ketika kami sampai, makanan sudah hampir siap semuanya, kami tidak perlu menunggu lama untuk prosesi masak-memasak ini. Hebatnya lagi, untuk kebutuhan membuat api unggun buat masak, bapak-bapak porter ini sudah mengumpulkan ranting-ranting atau kayu-kayu kering yang mereka temui sepanjang perjalanan.
Kurang lebih satu jam kami ber-istirahat dan makan siang di pos I ini, lengkap dengan buah nanas sebagai dessert dan secangkir kopi. Setelah tenaga pulih, kami meneruskan kembali perjalanan. Menurut Bang Osh yang menjadi leader di group ini, target kami hari ini adalah sampai di pos 3, ditempuh dalam waktu 2 jam berjalan santai dan rencana nya malam ini kami akan nge-camp di pos 3 ini.
Perjalanan dari pos 1 menuju pos 2 dan pos 3 masih naik turun bukit- bukit ilalang, walaupun track sudah semakin menanjak untung nya panas matahari tidak seterik di awal tadi. kami benar-benar menikmati semua keindahan yang disuguhkan sepanjang perjalanan ini, sesekali kami berhenti untuk minum atau mengambil foto. Awan putih beriring dan langit biru seperti mengawal kami sepanjang perjalanan.
Jarak antara pos 1 ke pos 2 berjarak satu jam perjalanan, begitu juga dari pos 2 ke pos 3 bisa di tempuh dengan satu jam perjalanan juga. Sesuai dengan target, satu jam kemudian kami tiba di pos 2. Di pos 2 ini kami berhenti sejenak untuk ber istirahat. Berbicara soal air, gunung rinjani termasuk gunung yang tidak susah menemukan mata air, terdapat mata air di beberapa spot, contoh nya di pos 2 ini. Pos 2 ini di tandai dengan adanya sebuah jembatan penghubung cukup besar, seperti dibuat untuk jalur mobil, agak aneh juga dengan keberadaan jembatan di atas gunung, ternyata menurut cerita yang saya dengar, jembatan ini disediakan memang untuk dilalui mobil, jadi ceritanya sekitar tahun 80 an Presiden Soeharto berencana naik ke Rinjani untuk menyebar benih ikan di danau Segaranak. Tapi rencana itu urung dilakukan sehingga infrastruktur jalan juga berhenti sampai di pos 2 saja. Coba bayangkan kalau Pak Harto jadi nyebar benih ke danau Segaranak, bisa-bisa kita pake mobil deh ke danau.
Syukurlah sebelum sore kami sudah sampai di pos 3. Saya melihat deretan tenda-tenda sudah di dirikan oleh porter, api unggun sudah menyala dan kuali penanak nasi teronggok manis diatas nya. Satu ceret air panas telah tersedia. Disebelah tenda group kami, terdapat beberapa buah tenda juga dari group lain dengan segala aktifitas nya, saya membayangkan deretan tenda-tenda ini seperti sebuah perkampungan, lengkap dengan se ekor ayam nya.
Sore itu kami isi dengan berbagai aktifitas, ada yang sibuk membersihkan diri, beristirahat dalam tenda atau membantu porter menyiapkan makan malam. Tapi sebagian besar dari kami duduk santai beristirahat sambil menikmati secangkir kopi atau teh. Menurut saya lokasi camping di pos 3 ini sangat sempurna, tenda berdiri di dalam lembah sehingga terlindung dari terpaan angin kencang.
Malam pun datang, udara semakin dingin,satu persatu kami memakai jacket dan kupluk penahan dingin. Dua buah api unggun disiapkan sebagai penghangat. Akhir nya waktu makan malam datang juga. Menu malam ini yang terhidang adalah pelecing kangkung, sambal ikan Roa dan telur dadar. Beruntung kami mendapatkan porter yang jago masak. pelecing kankung nya enak sekali, Bapak Porter tidak lupa membawa terasi khas Lombok dan jeruk limo sebagai syarat utama pelecing enak. Makan malam yang sempurna.
Setelah makan malam kami berkumpul di depan api unggun, bercengkrama menikmati malam. Susu coklat hangat menjadi pelengkap malam, ditemani alunan lagu lawas Bob Dylan dari audio yang kami bawa. Semakin malam, udara dingin semakin menusuk, perut kenyang dan badan letih, sudah saat nya kami masuk ke tenda, sleeping bag hangat sudah memanggil. Jutaan bintang terserak di langit malam mengantar kami kembali ke peraduan…..
Bersambung ke part 2…
Tweet
You are subscribed to email updates from Info Lombok
To stop receiving these emails, you may unsubscribe now.
Email delivery powered by Google
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610
0 komentar:
Post a Comment